Ayub

Garis besar isi Kitab Ayub
1. Kepribadian Ayub : Pasal 1 – 2
a. Ayub, seorang yang kaya
b. Ayub, seorang yang dihormati
c. Ayub, seorang yang benar
2. Pencobaan Ayub : Pasal 3 – 37
a. Pasal 3 – 31 : Kunjungan Elifas, Bildad dan Zofar
b. Pasal 32 – 37 : Pidato Elihu
3. Teguran Allah : Pasal 38 – 41
4. Pemulihan Ayub : Pasal 42

Penulis Kitab Ayub tidak diketahui, beberapa saran telah dikemukakan: Ayub, Elihu, Musa, Salomo, Yesaya, Hizkia dan lainnya. Tidak ada seorangpun yang dapat dikatakan dengan pasti. Hanya satu hal yang pasti penulis adalah seorang Yahudi yang setia.
Pokok Kitab Ayub bukanlah pertobatan seorang yang berdosa, melainkan pengabdian seorang yang saleh. Tema Kitab Ayub adalah mempelajari penderitaan.
Tempat terjadinya peristiwa dalam Ayub ialah “di tanah Us”. Lokasinya yang tepat belum diketahui dengan pasti. Namun bukti dalam Alkitab menunjuk kepada daerah sebelah timur dari Libanon bagian selatan.

Ada dua pelajaran penting dalam Kitab Ayub, yaitu :
1. Pelajaran tentang Alam
Tidak ada Kitab lain di dalam Alkitab yang mencantumkan begitu banyak fakta tentang alam semesta. Tokoh - tokoh dalam kitab Ayub menyajikan fakta - fakta astronomi yang baru diketahui secara umum dalam abad ke-20 ini. Pengetahuan mereka tentang ilmu bumi alam dan hewan sangat tepat.
Kitab Ayub sebagai salah satu buku yang tertua di dunia, telah menerangkan bahwa bumi ini bulat, tergantung di angkasa, menyebut gerakan berputar dan kepadatan awan, nama bintang - bintang dan susunan bintang masa kini, perputaran dan perkisaran bumi (Ayub 22:14 ; 26:7 ; 28:24-26 ; 38:31,32).

2. Pelajaran tentang Iblis
Pelajarannya tentang Iblis merupakan salah satu keistimewaan kitab Ayub. Tidak ada kitab lain yang mengungkapkan keterangan semacam itu tentang “penguasa dunia ini”. Allah memperlihatkan kenyataan bahwa musuh jiwa manusia itu suatu oknum yang memiliki kuasa yang besar, ia menguasai angin dan kilat di langit, serta wabah dan penyakit di bumi. Dialah “pendakwa saudara - saudara kita” tetapi walaupun ia yang menjadi sumber segala kejahatan, tanpa seizin Allah, ia tidak dapat mencobai manusia (1 Kor 10:13).
Iblis diperkenankan sebagai pendakwa orang beriman. Ketika Allah menarik perhatiannya kepada kebenaran Ayub, yang tidak dapat dirusaknya itu, ia menuduh Ayub mempunyai sifat “mencari untung”. Iblis mengatakan bahwa Ayub tidak akan setia lagi kepada Allah, Jika Allah mengambil berkat - berkat jasmaniah itu dari padanya. Allah menerima tantangan iblis, bukan supaya kesetiaan Ayub yang diuji, tetapi supaya kuasa anugerah Allah untuk memelihara hamba-Nya itu dapat dinyatakan.



Masa hidup Ayub
Ada kemungkinan masa hidup dapat ditentukan dengan tepat. Ia salah seorang dari bapa - bapa leluhur dan boleh jadi ia hidup sebelum Abraham. Pada waktu pencobaannya itu ia sudah menikah dan anak - anaknya sudah dewasa. Anak - anak lelakinya tinggal di rumah mereka masing - masing.
Bapa - bapa leluhur itu tidak biasa menikah pada usia yang muda. Ishak menikah pada usia 40 tahun dan Yakub pada usia 44 tahun. Mungkin usia Ayub itu kira - kira 60 tahun ketika kisahnya dimulai dalam pasal pertama. Karena ia hidup 140 tahun setelah ujian ini (Ayub 42:16), maka paling tidak ia berusia 200 tahun ketia ia meninggal dunia. Setelah Air Bah sampai dengan masa keluarnya orang Israel dari Mesir, panjangnya umur manusia menurun dengan berangsur - angsur. Maka bila mempelajari silsilah keturunan dalam Kejadian 11 nyatalah bahwa masa hidup Ayub tidak dapat ditetapkan pada masa sesudah masa Terah, ayah Abraham.
Ada yang menduga bahwa Ayub hidup sesudah peristiwa pembangunan menara Babel dan sebelum Abraham dipanggil oleh Allah. Kitab Ayub sama sekali tidak menyebut - nyebut bangsa Israel dan hukum - hukum mereka, padahal setiap kitab lain di Perjanjian Lama menyebutnya. Demikian kitab ini tidak menyebut tentang bencana yang menimpa Sodom dan Gomora, tetapi menyebut tentang Air Bah. Mengingat hal - hal yang disebut diatas itu maka mungkin sekali Ayub hidup sebelum Abraham. Lagi pula agama Ayub itu agama para bapa leluhur, dimana mezbah keluarga menjadi perantara di antara Allah dan manusia, jadi bukan imam seperti pada jamanTaurat Musa.

Penyelidikan Alkitab tentang garis besar Kitab Ayub
1. Kepribadian Ayub : Pasal 1 – 2
Pembicra dan tokoh utama dalam kitab Ayub ialah Ayub sendiri. Penting diketahui bahwa nama Ayub dalam bahasa Ibrani berarti: orang yang dianiaya atau orang yang kembali kepada Allah.
Tak ada dasar yang kuat untuk meragukan Ayub sebagai seorang tokoh sejarah. Dalam Yehezkiel 14, ia disebut bersama - sama dengan Nuh dan Daniel sebagai seorang dari tiga penengah yang paling berkenan kepada Allah. Di Perjanjian Baru, di surat Yakobus 5, Ayub disebut bersama - sama Elia. Jika Elia diakui sebagai tokoh sejarah, maka seharusnya Ayub pun demikian juga.
Sekiranya Ayub hanya seorang tokoh dalam mitologi, sudah pasti hal itu diterangkan da dalam kitab itu sendiri atau di dalam ayat - ayat lain yang menyebut namanya. Dengan terus terang Kristus menyatakan perumpamaan-Nya itu sebagai perumpamaan. Tidak ada cara lain yang layak bagi Firman Allah untuk membedakan mana yang fakta dan mana yang cerita rekaan di dalam Alkitab. Semua Syair lain yang terkenal di dalam Alkitab, seperti nyanyian Musa (Kel 15 dan nyanyian Debora (Hakim 5), di dasarkan pada kejadian - kejadian sejarah. Tiga hal mengenai seorang Ayub, yaitu :
a. Ayub, seorang yang kaya
Ayub salah seorang yang paling kaya di dunia Timur dan mungkin ia yang terbesar pada zamannya. Ia memiliki sejumlah besar ternak dan hamba, yang merupakan harta kekayaan pada zaman itu. Dia mengetahui keuntungan peradapan yang mapan, sebab ia mempunyai tempat tinggal yang tepat. Ia tinggal disebuah rumah di kota (1:4 ; 29:7), dan bikan dalam sebuah kemah seperti Abraham dan Yakub.
b. Ayub, seorang yang dihormati
Ayub bukan saja seorang yang kaya raya tetapi namanya juga harum. Ia mempunyai kedudukan sebagai pemimpin dan hidup sebagai seorang raja di kotanya itu. Tua dan muda menyegani dia, pangeran dan bangsawan menghormatinya. Ia bagaikan seorang bapa bagi orang miskin dan hakim yang menolong orang yang tertindas.
c. Ayub, seorang yang benar
Ayub menyenangkan hati Allah dan juga manusia. Walaupun di sekitarnya ada penyembahan berhala, dengan setia ia menyembah Allah yang hidup, esa dan benar. Setiap hari ia mempersembahkan korban untuk dirinya dan untuk semua anak - anaknya. Ia mencintai kebenaran dan membenci kejahatan.
Dalam pasal 1 ia disebut seorang yang “tulus hatinya”, yang menunjukkan bahwa perangainya tak bercela dan ia jujur dalam pikiran maupun perbuatan. Namun Ayub sendiri mengaku bahwa ia tidak sempurna dalam kesucian. Pengakuannya bahwa ia memerlukan seorang Penebus merupakan puncak pengakuan di dalam kitab Ayub (19:25).

2. Pencobaan Ayub : Pasal 3 – 37
Kesetiaan Ayub kepada Allah mengalami ujian yang sangat berat. Allah menguji dia, tetapi iblis menggoda dia. Bencana yang satu disusul oleh yang lain. Ia kehilangan semua lembu keledainya, kemudian kambing dombanya, lalu semua untanya dan akhirnya semua anaknya laki - laki dan perempuan. Kata - kata, “sementara orang itu berbicara” diulang sampai tiga kali. Ini menunjukkan betapa cepat dan hebatnya serangan iblis. Namun Ayub tetap setia kepada Allah. Ia tahu bahwa semua yang dimilikinya itu pemberian Allah dan Allah berhak mengambilnya kembali.
Iblis tidak puas, dia meminta izin untuk menguji ketulusan hati Ayub dengan bencana penyakit yang menjijikkan. Keadaan Ayub sangat menyedihkan dan rupanya begitu mengerikan sehingga istrinya dan sanak saudaranya meninggalkan dia. Namun ia tetap menolak untuk mengingkari imannya kepada Allah. Ketabahan imannya di dalam masa pencobaan itu membuktikan, bahwa ia hidup bagi Allah bukan karena kekayaan, keluarga atau kesehatan.
a. Kunjungan Elifas, Bildad dan Zofar (3 – 31)
Pencobaan yang terberat terjadi, ketika ketiga orang sahabatnya, yaitu Elifas, Bildad dan Zofar datang untuk menyatakan simpati, tetapi akhirnya mengecam dirinya. Pada hakekatnya, mereka hanya menyatakan persoalan yang sangat ditakuti Ayub. Secara tidak langsung mereka mengatakan bahwa orang - orang beragama akan menganggap Ayub sebagai orang munafik, seorang yang berbuat jahat dengan sembunyi - sembunyi, karena ia ditimpa berbagai malapetaka yang begitu hebat. Pidato mereka dan jawaban Ayub mengambil tempat sebagian besar dalam kitab Ayub. Falsafah mereka ditujukan kepada orang yang terkena bencana itu dalam tiga rentetan pidato, yang dijawab oleh Ayub dengan perkataan yang membela dirinya.
Elifas melambangkan orang yang berpengetahuan. Pembicaraannya itu didasarkan pada pengalaman dan kenyataan. Ia sudah yakin bahwa Ayub pasti berbuat dosa dengan sembunyi - sembunyi. Pembicaraan Bildad berdasarkan tradisi, uraiannya lebih singkat dan bahasanya lebih kasar dari Elifas. Zofar seorang yang suka memperbincangkan salah benarnya sesuatu hal. Ia percaya bahwa keselamatan diperoleh karena jasa diri sendiri dan berusaha membuktikan bahwa bencana - bencana Ayub diakibatkan oleh dosa - dosanya, yaitu lalai melakukan apa yang benar dan yang baik.
Dalam rentetan pidato yang kedua dan ketiga para filsuf itu dengan lebih sengit menegaskan kesalahan Ayub dan kurang memperhatikan keadaannya yang menyedihkan itu. Semakin sengit sanggahan mereka, semakin kecil kemungkinan adanya penyelesaian. Ayub mengatakan bahwa mereka itu bagaikan “penghibur sialan” yang tidak mengerti akan penderitaannya. Kemudian ia berpaling kepada Allah dan mencurahkan isi hatinya dengan ratap tangis dan mempertahankan bahwa ia tidak bersalah dalam hal - hal yang mereka tuduhkan kepadanya.

b. Pidato Elihu (32 – 37)
Sementara pidato Elifas, Bildad dan Zofar berlangsung, ada seorang yang mendengarkan dengan penuh perhatian. Karena usianya yang muda dan kurang berpengalaman, ia tidak diizinkan untuk ikut bicara. Walaupun Elihu masih muda, namun ia mendapati bahwa kebijaksanaan tidak hanya dimiliki oleh orang yang sudah lebih tua atau cendekiaawan. Ketika Elifas, Bildad dan Zofar tidak dapat meyakinkan Ayub bahwa penderitaannya itu akibat dosa, Elihu tampil dan memberikan sanggahan baru. Ia menyalahkan ketiga sahabat itu, sebab mereka dengan tidak adil menuduh Ayub sebagai orang yang munafik, ia juga menyalahkan Ayub sebab menuduh Allah tidak adil. Ia memperingatkan mereka seemua agar menyaksikan kebesaran Allah dalam penciptaan dan kebaikan-Nya yang dinyatakan-Nya itu.
Elihu ialah “wasit” yang diingini Ayub (9:33), karena Elihu berpendapat bahwa penderitaan mempunyai faedah sebagai pengajaran dan bahwa pada akhirnya Allah mempunyai maksud yang baik untuk orang yang menderita. Dia menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan moral diantara mereka bertiga dengan Ayub, mereka semuanya orang berdosa yang membutuhkan juruselamat.

3. Teguran Allah : Pasal 38 - 41
Ayub mengeluh bahwa Allah berdiam diri dan tidak memperhatkan ratap tangisnya, tetapi stelah pidato Elihu, datanglah jawaban Allah. Dalam pasal ini yang merupakan bagian yang terindah di dalam Alkitab, Allah menjawab Ayub dan temanya ialah diri-Nya sendiri. Elihu telah mengemukakan hikmat dan kuasa Allah, kini Allah menyatakan diri-Nya sendiri.
Nyatalah bahwa Allah tidak memberi keterangan tentang penderitaan Ayub, tidak memberi keputusan tentang pokok perdebatan mereka dan tidak juga menawarkan ganti rugi kepada hamba-Nya karena penderitaannya itu. Ia menunjukkan bahwa tindakan-Nya terhadap Ayub tidak dapat dikecam.

4. Pemulihan Ayub : Pasal 42
Sebagai akibat pernyataan Allah ini, Ayub membenci dirinya sendiri. Kemudian ia disuruh menaikkan doa untuk ketiga temannya dan dengan demikian nama baiknya dipulihkan dipemandangan mereka. Demikianlah Ayub, seperti Nuh dan Daniel, menjadi perantara yang agung. Tidak hanya nama baiknya dipulihkan, tetapi ia juga hidup cukup lama sehingga dapat melihat anak - anak dan cucunya, hartanya yang mula - mula dilipatgandakan dan ia mendapatkan kembali martabat dan kemakmurannya yang semula.

Mengapa anak - anak Tuhan harus menderita?
Mungkin sebagai ajaran (disiplin) atau untuk perkembangan kerohaniannya atau terutama sekali untuk kemuliaan Allah. Maksud Allah memakai iblis ialah untuk membina watak melalui pencobaan dan menyebabkan manusia mengambil bagian dalam kesucian-Nya. Kita harus selalu mengingat bahwa yang penting di sini ialah kekuasaan Allah dan bukannya kesetiaan Ayub. “Allah adalah setia”.
Teladan Ayub telah memberikan penghiburan dan keberanian kepada orang - orang yang menderita di sepanjang jaman. Tetapi perlu kita ketahui adalah yang paling banyak menderita ialah Yesus dan bukanlah Ayub. Ialah jawaban untuk pertanyaan Ayub, “kalau manusia mati, dapatkah ia hidup kembali?” Dialah dan bukan Elihu, yang sepenuhnya memenuhi kerinduan Ayub akan seseorang untuk menjadi perantara di antara dirinya sendiri dan Allah. Tuhan Yesus Kristus adalah Perantara kita.