Amsal, Pengkhotbah dan Kidung Agung

Isi kitab Amsal, Pengkhotbah dan Kidung Agung dikumpulkan dan kemungkinan penyusunnya adalah Salommo raja Israel yang terkenal dentgan hikmatnya. Ketiga kitab diatas adalah sebagai kitab yang berisi kebijaksanaan dari bangsa Israel kuno. Kemungkinan Kidung Agung ditulis waktu Salomo masih muda, Amsal ketika ia dewasa dan Pengnkhotbah saat Salomo sudah tua.

Amsal – puisi tentang kesalehan yang praktis
Kata “amsal” dalam bahasa Ibrani secara harafiah adalah persamaan atau perbandingan. Kitab Amsal cara penyampaian penulis melalui suatu kiasan atau peribahasa - peribahasa yang singkat. Sebagaimana kitab Mazmur sangat berarti untuk hidup beribadat, demikian kitab Amsal sangat berarti untuk hidup yang praktis.
Kitab Mazmur membuat hati kita tertarik kepada Allah dengan kasih sayang yang murni dan saleh. Amsal membuat muka bercahaya di depan sesama manusia, karena cara hidup yang bijaknsana, jujur dan berguna. Kitab Mazmur menyatakan kasih terhadap Allah, kitab Amsal menyatakan kasih terhadap sesama kita.
Sebagai kaidah susila yang mengatur para bapa, ibu, anak dan pembantu dalam hubungan keluarga, mengatur para raja, hakim dan warga dalam hubungan negara. Amsal lebih banyak mencantumkan kebijaksanaan yang praktis.


Penulis Amsal
Salomo paling sedikit menulis 3000 amsal (I Raja 4:32) tetapi hanya sebagian yang disimpan. Amsal - amsal yang hilang ini mungkin juga bijaksana dan penuh pengajaran, tetapi tidak mengherankan bahwa ada yang tidak dimuat dalam kitab suci, karena Yohanes 20:30 mengatakan, bahwa banyak tanda ajaib dari Dia “yang lebih dari Salomo” saja tidak dimuat dalam Alkirtab.

Ayat pokok Amsal
Ayat pokok Amsal adalah “Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan” Amsal 9:10. Pepatah ini benar dan penting sekali dan seharusnya terukir pada pintu gerbang tiap lembaga pendidikan. Juga seharusnya tertanam di hati tiap - tiap pengajar. Kata “takut” berarti rasa hormat yang sepatutnya terhadap Allah.

Pengkhotbah – syair kesia - siaan
Latar belakang sejarah kitab Pengkhotbah adalah kemakmuran dan kekuasaan kehidupan Salomo sendiri. Ada 2 ungkapan yang penting dalam Pengkhotbah, yaitu “segala sesuatu adalah sia - sia” ditulis sebanyak 34 kali dan “di bawah matahari” sebanyak 31 kali. Mungkin ada yang menduga bahwa riwayat hidup seorang manusia yang kaya, bijaksana dan menakjubkan seperti Salomo, seharusnya sangat optimis.
Malah sebaliknya, orang ini yang mempunyai semua kesenangan dan kehormatan, keeta perang, kuda, istana dan harta yang melimpah, merasakan bahwa semuanya itu adalah “kesia - siaan dan usaha menjaring angin”. Ia mewakilim seluruh umat manusia, ketika ia mengemukakan pertanyaan yang penting, “apakah hidup ini cukup berharga?”.
Pengkhotbah menceritakan pengalaman hidup pribadi Salomo, yang pada saat itu hidup penuh berkat yang berkelimpahan dan kekayaan yang sungguh luar biasa. Saat penuh dengan kelimpahan itulah Salomo merasa bahwa “semuanya sia - sia seperti menjaring angin” namun kekecewaan itu akan hilang dan berganti kesukaan kalau ia melihat “di balik matahari ada siapa?” artinya bahwa tiap - tiap orang akan merasa kecewa dan bosan bila berada di bawah matahari terus (bekerja/ mencari harta di bumi) namun ketika kita memandang di balik sumber kehangatan dan terang ini, kepada Pencipta dan Penguasanya maka kita akan mendapati bahwa Dialah satu – satunya yang dapat memuaskan kekosongan dan kelaparan jiwa.
Kitab pengkhotbah tidak mengaku dan tidak juga menyembunyikan adanya dosa dalam diri Salomo, berlainan dengan Mazmur 51 yang merupakan “mazmur penyesalan”. Kitab Pengkhotbah hanya menggambarkan kehampaan “harta di bumi”, agar mendorong manusia untuk “mengumpulkan harta di surga” dan “memikirkan perkara yang di atas, di mana Kristus duduk di sebelah kanan Allah”.
Pada akhir pasal di dalam Pengkhotbah mengingatkan kita bahwa, sebagai nasihat penutup “akhir kata dari segala yang di dengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah - perintahNya” dan “ingatlah akan penciptamu pada masa mudamu” (Pengkhotbah 12:1, 13)

Kidung Agung – Kidung kesetiaan
Kitab ini juga terkenal sebagai kidung segala kidung, karena dianggap paling utama dari ke-1005 nyanyian yang dikarang oleh Salomo (I Raja 4:32). Kata “Allah” tidak terdapat dalam kitab ini. Dua tokoh yang berbicara dan bertindak di dalam kitab ini, yakni Shelomoh, nama seorang laki - laki dan Sulamit. Juga ada sebuah paduan suara yang terdiri dari gadis - gadis Yerusalem. Menjelang akhir kidung ini dua saudara laki - laki Sulamit muncul.
Kidung cinta ini ditulis pada suatu masa ketika kebiasaan poligami tersebar hampir di seluruh bumi. Beberapa ahli kitab mengatakan bahwa kidung itu merupakan suatu protes melawan poligami dan menceritakan tentang seorang gadis desa, Sulamit, yang berasal dari daerah perkebunan anggur di sebelah utara. Dia diambil dari keluarga dan calon suaminya dan dijadikan salah seorang dari sejumlah isteri raja Salomo di yerusalem. Walaupun dibujuk dengan berbagai cara, ia tetap melawan segala usaha Salomo untuk meraih cintanya dari orang yang dengannya ia telah berjanji untuk kawin. Orang itulah yang disanjungnya setiap saat serta diimpikannya setiap malam.
Peran utama dalam Kidung Agung adalah Sulamit, tinggal di sebelah utara, di pegunungan wilayah Efraimyang menjaga salah satu kebun anggur Salomo. Ayahnya telah meninggal tetapi ibunya masih hidup, paling sedikit ada 2 orang saudara laki – laki dan seorang adik perempuan yang masih kecil. Sulamit menanggung beban yang berat bagi keluarganya. Oleh karena itulah Sulamit adalah seorang pekerja keras.
Ketika Sulamit bertemu seorang gembala yang berperawakan tinggi dan tampan, ia jatuh cinta, demikian laki – laki itu, namun sebelum pergi sang gembala berkata “suatu hari kelak aku akan kembali kepadamu dan aku akan menjadikan engkau pengantinku”. Sulamit percaya akan perkataan sang gembala, oleh karena itu setelah kepergian sang gembala Sulamit selalu menantikan sang gembala itu setiap saat. Terkadang ia bermimpi bertemu dengan sang kekasihnya dan berseru “suara kekasihku” namun yang ia ketemukan hanyalah kegelapan dan kekosongan.
Ini menerangkan bahwa kisah ini menggambarkan Dia yang datang dari sorga yang mulia ke dalam dunia yang gelap ini untuk mendapatkan seorang pengantin bagi diri-Nya. Ketika Dia pergi, Dia berkata “Aku akan kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku”. Gereja-Nya telah menantikan lama sekali dan pada suatu hari Dia akan kembali untuk memenuhi perkataan-Nya.